Bala di Bulan Safar, Mitoskah?
Bala di Bulan Safar, Mitoskah? - Sebagian masyarakat berangkapan bahwa bulan Safar adalah bulan sial dan bulan malapetaka karena pada bulan Safar Allah Swt. diyakini menurunkan ribuan bencana.
Pada bulan ini segala penyakit dan musibah akan bermunculan, bencana-bencana yang terus melanda sebagian wilayah Indonesia pun dikait-kaitkan dengan kesialan di bulan Safar. Menurut kalangan tradisional itu merupakan pertanda akan mitos bala tersebut.
Mitos bulan Safar juga diperkuat dengan cerita sejarah kehancuran umat terdahulu. Sejak zaman dahulu bencana senantiasa diturunkan di bulan Safar. Salah satunya ketika Allah Swt. menghukum kaum yang membantah Allah dan Rasul-Nya.
Baca juga:
Bala di Bulan Safar, Mitoskah?
Sahabat baismi, sebagian masyarakat juga meyakini bahwa puncak dari semua masa turunnya bencana terjadi pada hari rabu keempat ataupun rabu terakhir di bulan Safar yang kemudian dikenal dengan istilah rabu wekasan. Karena itulah banyak masyarakat yang menggelar ritual tolak bala. Cara memperingatinya pun berbeda-beda dimasing-masing daerah. Ada yang menggelar sholat berjama'ah di akhir hari rabu di mesjid dan berdo'a bersama.
Sebagian daerah ada yang memperingatinya dengan saling bersedekah makanan dengan orang sekampung bahkan ada yang mendatangi tokoh agama berkelompok-kelompok dengan membawakan air untuk dido'akan keselamatan dari bulan Safar.
Kalender Hijriah atau kalender dalam perhitungan bulan sudah lama digunakan oleh bangsa arab sebelum islam dengan nama-nama yang sama dengan masa islam. Hanya saja saat itu belum ada penomoran tahun.
Penamaan bulan pun biasanya disesuaikan dengan keadaan dan situasi masa itu termasuk penamaan bulan Safar. Safar dalam bahasa arab artinya kosong. Dinamakan demikian karena perkampungan arab masa itu kosong dari penduduk lantaran bulan itu mereka pergi meninggalkan kampungnya untuk berperang atau keperluan lain. Karena bulan muharam yang merupakan bulan haram telah berlalu sehingga mereka boleh lagi berperang.
Pada masa jahiliah sebelum sebelum islam sebagian besar masyarakat arab mempunyai keyakinan bahwa bulan Safar ini merupakan bulan sial bulan yang banyak bencana dan musibah sehingga orang arab pada masa itu menunda segala aktivitas pada bulan Safar karena takut tertimpa bencana.
hal ini karena memang tradisi yang berlaku saat itu selalu menggantungkan nasib baik dan buruknya pada mitos dan tahayil. Misalnya jika seseorang akan berpergian mereka melepaskan seekor burung, jika burung terbang ke arah kanan itu pertanda baik sehingga mereka meneruskan perjalanannya. Sebaliknya jika burung belok ke arah kiri pertanda nasib buruk sehingga mereka membatalkan perjalanannya.
Tradisi ini sudah melekat pada masyarakat arab jahiliah hingga akhir datanglah Muhammad Saw. diangkat sebagai Rasul. Maka salah satu tradisi yang dilarang dan dihilangkan adalah anggapan bulan Safar sebagai bulan sial. Rasulullah Saw. bersabda:
"Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercaya)".Rasulullah Saw. juga bersabda: "Tidan ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa". (Hadits Riwayat Bukhari).
Sahabat baismi, berdasarkan keterangan dari Nabi Saw. bulan Safar sama seperti bulan-bulan lainnya. Ada kebaikan yang datangnya dari Allah Swt. dan ada pula keburukan yang datangnya karena takdir Allah Swt. Keselamatan dan kesialan pada hakikatnya hanya kembali pada ketentuan Allah Swt.
Terjadinya musibah atau gejala alam yang menimpa manusia bukan karena adanya hari sial atau karena adanya pertanda tertentu atau karena adanya kematian seseorang, yang kita yakini adalah semua yang terjadi di alam ini adalah dengan takdir dan kehendak Allah Swt.
Bulan, matahari, bintang dan makhluk lainnya tidak bisa memberikan manfaat atau muzarat melainkan Allah lah yang memberikan-Nya. Bahkan Allah Swt. dengan tegas menyebutkan bahwa bala dan bencana yang terjadi justru akibat dari perbuatan manusia itu sendiri bukan karena hari sial atau semacamnya seperti yang difirmankan oleh Allah Swt.:
"Dan orang-orang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka sehingga datanglah janji Allah". (Al-Qur'an Surat Ar-Ra'd Ayat 31).
Dalam ayat lain Allah juga telah menegaskan dalam firman-Nya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerena tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". (Al-Qur'an Surat Ar-Ruum Ayat 41).
Malapetaka, bencana dan bala bisa saja dicegah dengan memperbanyak amalan sedekah sebagaimana dalam sabda Nabi Saw.:
"Bersegeralah sedekah karena bala tidak akan melangkahinya". (Hadits Riwayat Thabrani).
Demikian pula dengan cara berdo'a, berzikir dan memperbanyak amalan sholat sunnah disetiap waktu, tidak hanya di bulan Safar saja namun juga di bulan-bulan yang lain:
"Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami, Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal". (Al-Qur'an Surat At-Taubag Ayat 51).
Allah Swt. berfirman: "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang keculai dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (Al-Qur'an Surat Al-Thagabun Ayat 11).
Baca juga:
Allah Swt. juga berfirman: "Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah". (Al-Qur'an Surat Al-Hadid Ayat 22).
Sahabat baismi, itulah penjelasan mengenai mitos bala di bulan Safar yang kerap kali dianggap oleh sebagian orang sebagai bulan sial, padahal yang sebenarnya bulan Safar sama dengan bulan-bulan lain. Semoga tulisan ini menambah pengetahuan kita. Amin.
Pada bulan ini segala penyakit dan musibah akan bermunculan, bencana-bencana yang terus melanda sebagian wilayah Indonesia pun dikait-kaitkan dengan kesialan di bulan Safar. Menurut kalangan tradisional itu merupakan pertanda akan mitos bala tersebut.
Image: nettik.net |
Baca juga:
Bala di Bulan Safar, Mitoskah?
Sahabat baismi, sebagian masyarakat juga meyakini bahwa puncak dari semua masa turunnya bencana terjadi pada hari rabu keempat ataupun rabu terakhir di bulan Safar yang kemudian dikenal dengan istilah rabu wekasan. Karena itulah banyak masyarakat yang menggelar ritual tolak bala. Cara memperingatinya pun berbeda-beda dimasing-masing daerah. Ada yang menggelar sholat berjama'ah di akhir hari rabu di mesjid dan berdo'a bersama.
Sebagian daerah ada yang memperingatinya dengan saling bersedekah makanan dengan orang sekampung bahkan ada yang mendatangi tokoh agama berkelompok-kelompok dengan membawakan air untuk dido'akan keselamatan dari bulan Safar.
Kalender Hijriah atau kalender dalam perhitungan bulan sudah lama digunakan oleh bangsa arab sebelum islam dengan nama-nama yang sama dengan masa islam. Hanya saja saat itu belum ada penomoran tahun.
Penamaan bulan pun biasanya disesuaikan dengan keadaan dan situasi masa itu termasuk penamaan bulan Safar. Safar dalam bahasa arab artinya kosong. Dinamakan demikian karena perkampungan arab masa itu kosong dari penduduk lantaran bulan itu mereka pergi meninggalkan kampungnya untuk berperang atau keperluan lain. Karena bulan muharam yang merupakan bulan haram telah berlalu sehingga mereka boleh lagi berperang.
Pada masa jahiliah sebelum sebelum islam sebagian besar masyarakat arab mempunyai keyakinan bahwa bulan Safar ini merupakan bulan sial bulan yang banyak bencana dan musibah sehingga orang arab pada masa itu menunda segala aktivitas pada bulan Safar karena takut tertimpa bencana.
hal ini karena memang tradisi yang berlaku saat itu selalu menggantungkan nasib baik dan buruknya pada mitos dan tahayil. Misalnya jika seseorang akan berpergian mereka melepaskan seekor burung, jika burung terbang ke arah kanan itu pertanda baik sehingga mereka meneruskan perjalanannya. Sebaliknya jika burung belok ke arah kiri pertanda nasib buruk sehingga mereka membatalkan perjalanannya.
Tradisi ini sudah melekat pada masyarakat arab jahiliah hingga akhir datanglah Muhammad Saw. diangkat sebagai Rasul. Maka salah satu tradisi yang dilarang dan dihilangkan adalah anggapan bulan Safar sebagai bulan sial. Rasulullah Saw. bersabda:
"Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercaya)".Rasulullah Saw. juga bersabda: "Tidan ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa". (Hadits Riwayat Bukhari).
Sahabat baismi, berdasarkan keterangan dari Nabi Saw. bulan Safar sama seperti bulan-bulan lainnya. Ada kebaikan yang datangnya dari Allah Swt. dan ada pula keburukan yang datangnya karena takdir Allah Swt. Keselamatan dan kesialan pada hakikatnya hanya kembali pada ketentuan Allah Swt.
Terjadinya musibah atau gejala alam yang menimpa manusia bukan karena adanya hari sial atau karena adanya pertanda tertentu atau karena adanya kematian seseorang, yang kita yakini adalah semua yang terjadi di alam ini adalah dengan takdir dan kehendak Allah Swt.
Bulan, matahari, bintang dan makhluk lainnya tidak bisa memberikan manfaat atau muzarat melainkan Allah lah yang memberikan-Nya. Bahkan Allah Swt. dengan tegas menyebutkan bahwa bala dan bencana yang terjadi justru akibat dari perbuatan manusia itu sendiri bukan karena hari sial atau semacamnya seperti yang difirmankan oleh Allah Swt.:
"Dan orang-orang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka sehingga datanglah janji Allah". (Al-Qur'an Surat Ar-Ra'd Ayat 31).
Dalam ayat lain Allah juga telah menegaskan dalam firman-Nya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerena tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". (Al-Qur'an Surat Ar-Ruum Ayat 41).
Malapetaka, bencana dan bala bisa saja dicegah dengan memperbanyak amalan sedekah sebagaimana dalam sabda Nabi Saw.:
"Bersegeralah sedekah karena bala tidak akan melangkahinya". (Hadits Riwayat Thabrani).
Demikian pula dengan cara berdo'a, berzikir dan memperbanyak amalan sholat sunnah disetiap waktu, tidak hanya di bulan Safar saja namun juga di bulan-bulan yang lain:
"Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami, Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal". (Al-Qur'an Surat At-Taubag Ayat 51).
Allah Swt. berfirman: "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang keculai dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (Al-Qur'an Surat Al-Thagabun Ayat 11).
Baca juga:
Allah Swt. juga berfirman: "Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah". (Al-Qur'an Surat Al-Hadid Ayat 22).
Sahabat baismi, itulah penjelasan mengenai mitos bala di bulan Safar yang kerap kali dianggap oleh sebagian orang sebagai bulan sial, padahal yang sebenarnya bulan Safar sama dengan bulan-bulan lain. Semoga tulisan ini menambah pengetahuan kita. Amin.